Thursday, 12 December 2013

Buat Makalah dengan Mudah

Postingan kali ini tentang cara membuat makalah yang mudah dengan menggunakan Ms.Word :D

  • Buatlah "Judul Makalah" yang kamu inginkan.
  • Ketik "Kata Pengatar" dihalaman selanjutnya dan gunakan Heading 1.

Sunday, 1 December 2013

Cara Membuat Jaringan

Nah praktek kali ini disuruh bawa kabel & connector, tau kan mau buat apa ? dibuat jaringan permisaaaaa :D
Alat & bahan yang harus disiapkan untuk membuat jaringan sederhana itu

Monday, 4 November 2013

Banyak kata-kata motivasi islam disini :) YUK BACA !!! :D

HANYALAH KATA KATA ISLAMI YANG BUAT HATI KITA TENANG,,,!

“Jangan memandang rendah dan remeh orang lain, Hanya karena tak lebih pintar, tak lebih kaya, tak lebih beruntung Dan tak mempunyai pangkat sepertimu. Kadangkala di mata Allah Swt, batubara yang terlihat legam. Terlihat lebih berkilau dibanding dengan permata yang mahal harganya.”

baca :)

SESUNGGUHNYA ALLAH SWT ITU TIDAK BUTUH MANUSIA TAPI MANUSIALAH YANG BUTUH ALLAH SWT O:)

Sunday, 3 November 2013

senyawa kimia

No.
Nama Senyawa
Rumus Kimia
No.
Nama Senyawa
Rumus Kimia
1.
Air
H2O
51.
Tembaga (II) Oksida
CuO
2.
Etanol
C2H5OH
52.
Etanal
C2H4O
3.
Glukosa
C6H12­O6
53.
Magnesium Oksalat
MgC2O4
4.
Perak Nitrat
AgNO3
54.
Kalium Iodida
KI
5.
Kalsium Nitrat
Ca(NO3)2
55.
Kalium Permanganat
KMnO4
6.
Kalium Sulfat
K2SO4
56.
Kromium (III) Klorida
CrCl3
7.
Magnesium Hidroksida
Mg(OH)2
57.
Natrium Kromat
Na2CrO4
8.
Kalsium Karbonat
CaCO3
58.
Kalium Dikromat
K2Cr2O7
9.

Cara untuk menghilangkan Sifat Lupaan

Asy Syaikh Abu Thalib al-Makki berkata, “Ada lima belas perkara penyebab lupa, yaitu:
1.      Memakan ketumbar hijau
2.      Memakan apel kecut
3.      Meminum air sisa tikus
4.      Kencing di air tenang
5.      Membuang kutu di jalan
6.      Memandang salib
7.      Berjalan di antara dua orang perempuan
8.      Membaca tulisan batu nisan
9.      Menyapu lantai dengan kain
10.  Sering memandang laut
11.  Makan selagi junub
12.  Memakan daging ikan hiu
13.  Banyak minum susu
14.  Banyak makan kacang plong
15.  Banyak makan dendeng.
Untuk menghilangkan sifat lupaan, bisa dilakukan dengan mengamalkan ayat

Saturday, 2 November 2013

Kewarganegaraan

Apa yang dimaksud dengan pendidikan itu?
Suatu aktivitas/kegiatan untuk kepribadian dalam pengembangan potensi diri baik jasmani maupun rohani.

Parameter Pendidikan
  1. Aktivitas manusia
  2. Kepribadian
  3. Pengembangan Potensi diri
Kelebihan Manusia

Thursday, 31 October 2013

Format Cells~ Mail Merge~ Contoh Surat Undangan~

Sekarang saya akan ngeposting Laporan tentang Ms.Excel khususnya Format cell waktu praktek tadi :D
pertama-pertama buka Ms. Excel yaaa :) nah, tadi itu aku disuruh ngetik nama dan NIM, termasuk 5 diatas NIM aku dan 5 dibawah NIM aku. waktu ngetik NIM itu kan angkanya rada-rada kacau jaaddiiiiii ~~~~

Wednesday, 23 October 2013

TI TI TI "spesifikasi laptop acer Intel Core i3 370M & laptop acer Intel Cerelon"

Nah ini perbandingan Laptop saya (acer Intel Core i3 370M) dengan laptop teman saya Eka Ismiyanti (acer Intel Cerelon)

CPU (acer Intel Core i3 370M)



Tuesday, 22 October 2013

TI TI TI ~sebagian pengertian dari Piriform Speccy~

PROCESSOR/CPU
Processor sering disebut sebagai otak dan pusat pengendali computer yang didukung oleh kompunen lainnya. Processor adalah sebuah IC yang mengontrol keseluruhan jalannya sebuah sistem komputer dan digunakan sebagai pusat atau otak dari komputer.
Processor terletak pada socket yang telah disediakan oleh motherboard, dan dapat diganti dengan processor yang lain asalkan sesuai dengan socket yang ada pada motherboard. Salah satu yang sangat besar pengaruhnya terhadap kecepatan komputer tergantung dari jenis dan kapasitas processor.
Prosesor adalah chip yang sering disebut “Microprosessor” yang sekarangukurannya sudah mencapai Gigahertz (GHz). Ukuran tersebut adalah hitungan kecepatan prosesor dalam mengolah data atau informasi. Merk prosesor yang banyak beredar dipasaran adalah AMD, Apple, Cyrix VIA, IBM, IDT, dan Intel. Bagian dari Prosesor Bagian terpenting dari prosesor terbagi 3 yaitu :

Friday, 18 October 2013

Pharmapreneur

Dalam kehidupan sehari hari obat, vitamin dan suplement sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia. Banyak ragam obat, vitamin dan suplement beredar di pasar. Karena pendekatan ekonomi lebih dominan, peredaran obat sudah tidak berbeda dengan komoditas dagang lainnya.  Situasi semacam ini muncul mengingat faktor daya tarik konsumsi obat sebagai komponen utama kesehatan sehingga industri obat berkembang pesat.

Salah satu perusahaan yang tahan terhadap inflasi adalah perusahaan farmasi tetapi dalam artikel kali ini saya ingin mengajak anda pada bisnis farmasi pada tingkat masyarakat yaitu apotek, Apotek merupakan tempat apoteker melakukan praktik profesi farmasi sekaligus menjadi peritel produk farmasi. Kata ini berasal dari kata bahasa Yunani apotheca yang secara harfiah berarti "penyimpanan".

Farmasi Industri


Produksi
Bagian produksi bertugas untuk menjalankan proses produksi sesuai prosedur yang telah ditetapkan dan sesuai dengan ketentuan CPOB dan cGMP terbaru dan harus selalu update karena obat merupakan komoditi yang memerlukan perlakuan khusus dari mulai bahan baku sampai pengemasan obat.

Pengawasan mutu (QC)
Bagian pengawasan mutu (QC) bertanggung jawab penuh dalam seluruh tugas pengawasan mutu mulai dari bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi.

Pemastian mutu (QA)
bagian pemastian mutu (QA) bertugas untuk memverifikasi seluruh pelaksanaan proses produksi, pemastian pemenuhan persyaratan seluruh sarana penunjang produksi, dan pelulusan produk jadi. Dalam hal ini, pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan, seperti personel, sanitasi dan higiene, bangunan, sarana penunjang, dan lain-lain.

Farmasi Klinis


Clinical Resources and Audit Group (1996) mendefinisikan farmasi klinik sebagai “ A discipline concerned with the application of pharmaceutical expertise to help maximise drug efficacy and minimize drug toxicity in individual patients”. Menurut Siregar (2004) farmasi klinik didefinisikan sebagai suatu keahlian khas ilmu kesehatan yang bertanggung jawab  untuk memastikan penggunaan obat yang aman dan sesuai dengan kebutuhan pasien, melalui penerapan pengetahuan dan berbagai fungsi terspesialisasi dalam perawatan pasien yang memerlukan pendidikan khusus dan atau pelatihan yang terstruktur. Dapat dirumuskan tujuan farmasi klinik yaitu memaksimalkan efek terapeutik obat, meminimalkan resiko/toksisitas obat, meminimalkan biaya obat.

Kegiatan farmasi klinik yaitu memberikan saran professional pada saat peresepan dan setelah peresepan.
Kegiatan farmasi klinik sebelum peresepan meliputi setiap kegiatan yang mempengaruhi kebijakan  peresepan seperti

Sejarah Farmasi

kimia farmasi
Sejak masa Hipocrates (460-370 SM) yang dikenal sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran”, belum dikenal adanya profesi Farmasi. Saat itu seorang “Dokter” yang mendignosis penyakit, juga sekaligus merupakan seorang “Apoteker” yang menyiapkan obat. Semakin berkembangnya ilmu kesehatan masalah penyediaan obat semakin rumit, baik formula maupun cara pembuatannya, sehingga dibutuhkan adanya suatu keahlian tersendiri. Pada tahun 1240 M, Raja Jerman Frederick IImemerintahkan pemisahan secara resmi antara Farmasi dan Kedokteran dalam dekritnya yang terkenal “Two Silices”. Dari sejarah ini, satu hal yang perlu digarisbawahi adalah akar ilmu farmasi dan ilmu kedokteran adalah sama.

Awal mula Kelahiran Ilmu Farmasi

Resume P2KK kemaren :D

Bismillahirrahmanirrahim
Pembentukan Karakter Pribadi
Apakah anda mengetahui kekuatan utama yang menggerakkan hidup manusia ? Kekuatan utama itu adalah rasa mencinta pada sesuatu. Ya,cinta adalah hakikat kekuatan utama yang menggerakkan semangat hidup seseorang. Cinta merupakan inti dari kekuatan dan perkembangan hidup manusia. Cinta telah menjadi keterikatan yang melandasi perkembangan hidup manusia.Dengan rasa cinta,hidup menjadi lebih indah penuh semangat.
Demikianlah cinta memiliki peran dalam mempengaruhi perilaku kehidupan manusia. Ketika kita mencintai Allah Sang Pencipta Kehidupan,maka kita akan berusaha mengenal Allah lebih dalam lagi. Ketika kita mencintai Negara, maka kita tidak akan pernah berpikir untuk mengkhianati Negara kita dengan melakukan tindakan – tindakan yang merugikan. Demikian juga kita memiliki cinta untuk kehidupan ini. Maka kita tidak akan pernah berpikir unutk menyia-nyiakan waktu kehidupan dengan melakukan hal-hal yang tidak berguna. Kita akan bersungguh-sungguh memberikan yang terbaik yang ada dalam diri kita untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan dan dunia. Demikian juga dalam berbagai hal lainnya.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 51 TAHUN 2009
TENTANG
PEKERJAAN KEFARMASIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pekerjaan Kefarmasian;
Mengingat
:
1.


2.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);


MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1


Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


1.
Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.


2.
Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.


3.
Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.


4.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.


5.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.


6.
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.


7.
Fasilitas Kesehatan adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.


8.
Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian.


9.
Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk memproduksi obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.


10.
Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk mendistribusikan atau menyalurkan Sediaan Farmasi, yaitu Pedagang Besar Farmasi dan Instalasi Sediaan Farmasi.


11.
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.


12.
Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.


13.
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.


14.
Toko Obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran.


15.
Standar Profesi adalah pedoman untuk menjalankan praktik profesi kefarmasian secara baik.


16.
Standar Prosedur Operasional adalah prosedur tertulis berupa petunjuk operasional tentang Pekerjaan Kefarmasian.


17.
Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan kefarmasian.


18.
Asosiasi adalah perhimpunan dari perguruan tinggi farmasi yang ada di Indonesia.


19.
Organisasi Profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di Indonesia.


20.
Surat Tanda Registrasi Apoteker selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.


21.
Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian selanjutnya disingkat STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi.


22.
Surat Izin Praktik Apoteker selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada Apotek atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit.


23.
Surat Izin Kerja selanjutnya disingkat SIK adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi dan fasilitas distribusi atau penyaluran.


24.
Rahasia Kedokteran adalah sesuatu yang berkaitan dengan praktek kedokteran yang tidak boleh diketahui oleh umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


25.
Rahasia Kefarmasian adalah Pekerjaan Kefarmasian yang menyangkut proses produksi, proses penyaluran dan proses pelayanan dari Sediaan Farmasi yang tidak boleh diketahui oleh umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


26.
Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.


Pasal 2


(1)
Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi.


(2)
Pekerjaan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.


Pasal 3


Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan.


Pasal 4


Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk:


a.
memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;


b.
mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-undangan; dan


c.
memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.


BAB II
PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KEFARMASIAN


Bagian Kesatu
Umum


Pasal 5


Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi:


a.
Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi;


b.
Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi;


c.
Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi; dan


d.
Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi.


Bagian Kedua
Pekerjaan Kefarmasian Dalam Pengadaan
Sediaan Farmasi


Pasal 6


(1)
Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas produksi, fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi.


(2)
Pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh Tenaga kefarmasian.


(3)
Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi.


(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.


Bagian Ketiga
Pekerjaan Kefarmasian Dalam Produksi
Sediaan Farmasi


Pasal 7


(1)
Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki Apoteker penanggung jawab.


(2)
Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.


Pasal 8


Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dapat berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, dan pabrik kosmetika.


Pasal 9


(1)
Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi Sediaan Farmasi.


(2)
Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Apoteker sebagai penanggung jawab.


 (3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 10


Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan yang Baik yang ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 11


(1)
Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) harus menetapkan Standar Prosedur Operasional.


(2)
Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 12


Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan proses produksi dan pengawasan mutu Sediaan Farmasi pada Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya.


Pasal 13


Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi dan pengawasan mutu.


Bagian Keempat
Pekerjaan Kefarmasian Dalam Distribusi atau
Penyaluran Sediaan Farmasi


Pasal 14


(1)
Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.


(2)
Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.


(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 15


Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 harus memenuhi ketentuan Cara Distribusi yang Baik yang ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 16


(1)
Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 harus menetapkan Standar Prosedur Operasional.


(2)
Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 17


Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan proses distribusi atau penyaluran Sediaan Farmasi pada Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya.


Pasal 18


Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang distribusi atau penyaluran.


Bagian Kelima
Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian Pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian


Pasal 19


Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa :


a.
Apotek;


b.
Instalasi farmasi rumah sakit;


c.
Puskesmas;


d.
Klinik;


e.
Toko Obat; atau


f.
Praktek bersama.


Pasal 20


Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.


Pasal 21


(1)
Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian.


(2)
Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker.


(3)
Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien.


(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menurut jenis Fasilitas Pelayanan Kefarmasian ditetapkan oleh Menteri.


(5)
Tata cara penempatan dan kewenangan Tenaga Teknis Kefarmasian di daerah terpencil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 22


Dalam hal di daerah terpencil yang tidak ada apotek, dokter atau dokter gigi yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi mempunyai wewenang meracik dan menyerahkan obat kepada pasien yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 23


(1)
Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 harus menetapkan Standar Prosedur Operasional.


(2)
Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan ketentuan peraturan, perundang-undangan.


Pasal 24


Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat:


a.
mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA;


b.
mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien; dan


c.
menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 25


(1)
Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.


(2)
Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerja sama dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan.


(3)
Ketentuan mengenai kepemilikan Apotek sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 26


(1)
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e dilaksanakan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki STRTTK sesuai dengan tugas dan fungsinya.


(2)
Dalam menjalankan praktek kefarmasian di Toko Obat, Tenaga Teknis Kefarmasian harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian di Toko Obat.


(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas Pelayanan Kefarmasian di Toko Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan standar pelayanan kefarmasian di toko obat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 27


Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan pelayanan farmasi pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya.


Pasal 28


Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib mengikuti paradigma pelayanan kefarmasian dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.


Pasal 29


Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian Keenam
Rahasia Kedokteran Dan Rahasia Kefarmasian


Pasal 30


(1)
Setiap Tenaga Kefarmasian dalam menjalankan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyimpan Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian.


(2)
Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian hanya dapat dibuka untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan hakim dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian Ketujuh
Kendali Mutu dan Kendali Biaya


Pasal 31


(1)
Setiap Tenaga Kefarmasian dalam melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya.


(2)
Pelaksanaan kegiatan kendali mutu dan kendali biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui audit kefarmasian.


Pasal 32


Pembinaan dan pengawasan terhadap audit kefarmasian dan upaya lain dalam pengendalian mutu dan pengendalian biaya dilaksanakan oleh Menteri.


BAB III
TENAGA KEFARMASIAN


Pasal 33


(1)
Tenaga Kefarmasian terdiri atas:



a.
Apoteker; dan



b.
Tenaga Teknis Kefarmasian.


(2)
Tenaga Teknis kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.


Pasal 34


(1)
Tenaga Kefarmasian melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada:



a.
Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, pabrik kosmetika dan pabrik lain yang memerlukan Tenaga Kefarmasian untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan pengawasan mutu;



b.
Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dan alat kesehatan melalui Pedagang Besar Farmasi, penyalur alat kesehatan, instalasi Sediaan Farmasi dan alat kesehatan milik Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; dan/atau



c.
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik di Apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.


(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.


Pasal 35


(1)
Tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian.


(2)
Keahlian dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan dengan menerapkan Standar Profesi.


(3)
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus didasarkan pada Standar Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional yang berlaku sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.


(4)
Standar Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Pasal 36


(1)
Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a merupakan pendidikan profesi setelah sarjana farmasi.


(2)
Pendidikan profesi Apoteker hanya dapat dilakukan pada perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan.


(3)
Standar pendidikan profesi Apoteker terdiri atas:



a.
komponen kemampuan akademik; dan



b.
kemampuan profesi dalam mengaplikasikan Pekerjaan Kefarmasian.


(4)
Standar pendidikan profesi Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dan diusulkan oleh Asosiasi di bidang pendidikan farmasi dan ditetapkan oleh Menteri.


(5)
Peserta pendidikan profesi Apoteker yang telah lulus pendidikan profesi Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhak memperoleh ijazah Apoteker dari perguruan tinggi.


Pasal 37


(1)
Apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi profesi.


(2)
Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi, dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung setelah melakukan registrasi.


(3)
Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap 5 (lima) tahun melalui uji kompetensi profesi apabila Apoteker tetap akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian.


(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara registrasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 38


(1)
Standar pendidikan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pendidikan.


(2)
Peserta didik Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki ijazah dari institusi pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan.


(3)
Untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), peserta didik yang telah memiliki ijazah wajib memperoleh rekomendasi dari Apoteker yang memiliki STRA di tempat yang bersangkutan bekerja.


(4)
Ijazah dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk memperoleh izin kerja.


Pasal 39


(1)
Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi.


(2)
Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi:



a.
Apoteker berupa STRA; dan



b.
Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK.



Pasal 40


(1)
Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:



a.
memiliki ijazah Apoteker;



b.
memiliki sertifikat kompetensi profesi;



c.
mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;



d.
mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan



e.
membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.


(2)
STRA dikeluarkan oleh Menteri.
Pasal 41


STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1).


Pasal 42


(1)
Apoteker lulusan luar negeri yang akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia harus memiliki STRA setelah melakukan adaptasi pendidikan.


(2)
STRA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:



a.
STRA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1); atau



b.
STRA Khusus.


(3)
Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada institusi pendidikan Apoteker di Indonesia yang terakreditasi.


(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian STRA, atau STRA Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan pelaksanaan adaptasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 43


STRA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a diberikan kepada:


a.
Apoteker warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang telah melakukan adaptasi pendidikan Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) di Indonesia dan memiliki sertifikat kompetensi profesi;


b.
Apoteker warga negara asing lulusan program pendidikan Apoteker di Indonesia yang telah memiliki sertifikat kompetensi profesi dan telah memiliki izin tinggal tetap untuk bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian; atau


c.
Apoteker warga negara asing lulusan program pendidikan Apoteker di luar negeri dengan ketentuan:



1.
telah melakukan adaptasi pendidikan Apoteker di Indonesia;



2.
telah memiliki sertifikat kompetensi profesi; dan



3.
telah memenuhi persyaratan untuk bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian.


Pasal 44


STRA Khusus sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 ayat (2) huruf b dapat diberikan kepada Apoteker warga negara asing lulusan luar negeri dengan syarat:


1.
atas permohonan dari instansi pemerintah atau swasta;


2.
mendapat persetujuan Menteri; dan


3.
Pekerjaan Kefarmasian dilakukan kurang dari 1 (satu) tahun.


Pasal 45


(1)
Penyelenggaraan adaptasi pendidikan Apoteker bagi Apoteker lulusan luar negeri dilakukan pada institusi pendidikan Apoteker di Indonesia.


(2)
Apoteker lulusan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan yang berlaku dalam bidang pendidikan dan memiliki sertifikat kompetensi.


(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi pendidikan Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pendidikan.


Pasal 46


Kewajiban perpanjangan registrasi bagi Apoteker lulusan luar negeri yang akan melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia mengikuti ketentuan perpanjangan registrasi bagi Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41.


Pasal 47


(1)
Untuk memperoleh STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memenuhi persyaratan:



a.
memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;



b.
memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek;



c.
memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian bekerja; dan



d.
membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.


(2)
STRTTK dikeluarkan oleh Menteri.


(3)
Menteri dapat mendelegasikan pemberian STRTTK kepada pejabat kesehatan yang berwenang pada pemerintah daerah provinsi.


Pasal 48


STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1).


Pasal 49


STRA, STRA Khusus, dan STRTTK tidak berlaku karena:


a.
habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh yang bersangkutan atau tidak memenuhi persyaratan untuk diperpanjang;


b.
dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;


c.
permohonan yang bersangkutan;


d.
yang bersangkutan meninggal dunia; atau


e.
dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang berwenang.


Pasal 50


(1)
Apoteker yang telah memiliki STRA, atau STRA Khusus, serta Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK harus melakukan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki.


(2)
Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK mempunyai wewenang untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian dibawah bimbingan dan pengawasan Apoteker yang telah memiliki STRA sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya.


(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai wewenang Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.


Pasal 51


(1)
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker.


(2)
Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki STRA.


(3)
Dalam melaksanakan tugas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Apoteker dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK.


Pasal 52


(1)
Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja.


(2)
Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:



a.
SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit;



b.
SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian sebagai Apoteker pendamping;



c.
SIK bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di fasilitas kefarmasian diluar Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit; atau



d.
SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Kefarmasian.


Pasal 53


(1)
Surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.


(2)
Tata cara pemberian surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 54


(1)
Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf a hanya dapat melaksanakan praktik di 1 (satu) Apotik, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.


(2)
Apoteker pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf b hanya dapat melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga) Apotek, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.


Pasal 55


(1)
Untuk mendapat surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Tenaga Kefarmasian harus memiliki:



a. 
STRA, STRA Khusus, atau STRTTK yang masih berlaku;



b.
tempat atau ada tempat untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian atau fasilitas kefarmasian atau Fasilitas Kesehatan yang memiliki izin; dan



c.
rekomendasi dari Organisasi Profesi setempat.


(2)
Surat Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi hukum apabila Pekerjaan Kefarmasian dilakukan pada tempat yang tidak sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin.


BAB IV
DISIPLIN TENAGA KEFARMASIAN


Pasal 56


Penegakkan disiplin Tenaga Kefarmasian dalam menyelenggarakan Pekerjaan Kefarmasian dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 57


Pelaksanaan penegakan disiplin Tenaga Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


Pasal 58


Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya serta Organisasi Profesi membina dan mengawasi pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian.


Pasal 59


(1)
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 diarahkan untuk:



a.
melindungi pasien dan masyarakat dalam hal pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian yang dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian;



b.
mempertahankan dan meningkatkan mutu Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan



c.
memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat, dan Tenaga Kefarmasian.


(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.


BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 60


Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:


1.
Apoteker yang telah memiliki Surat Penugasan dan/atau Surat Izin Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.


2.
Asisten Apoteker dan Analis Farmasi yang telah memiliki Surat Izin Asisten Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.


Pasal 61


Apoteker dan Asisten Apoteker yang dalam jangka waktu 2 (dua) tahun belum memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, maka surat izin untuk menjalankan Pekerjaan Kefarmasian batal demi hukum.


Pasal 62


Tenaga Teknis Kefarmasian yang menjadi penanggung jawab Pedagang Besar Farmasi harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.


BAB VII
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 63


Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2752), sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3169) dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Dan Izin Kerja Apoteker (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3422), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 64


Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta





pada tanggal 1 September 2009





PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,







DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


g
n
i
t
i
s
i
V
r
o
f
s
k
n
a
h
T
.
g
o
l
B
y
M
o
t
e
m
o
c
l
e
W